Wednesday, March 28, 2007

KotaKita dalam Kata



Photo: Author dengan latar belakang ´Downtown´ kota Calgary, Alberta. Canada (October 2005)

Kopi, Cafe dan Kota?

Setelah meninggalkan Indonesia, dan menginjakkan kaki di beberapa kota Negara lain, antara lain di Negara Croatia dan Canada, seperti yang saya lakukan ketika mengunjungi kota-kota lain di tanah air, maka hal yang saya amati pertama tama -percaya atau tidak- adalah ´Kopi´, ´Cafe´ dan ´Kota´.

Kopi adalah ´ritual-vital´ untuk kepentingan saya sendiri, Cafe adalah dimana saya mengamati dan berinteraksi dengan warga kota-kota yang saya kunjungi (di dalam dan luar Negri) . Serta ´Kota´ dimana pengunjung cafe yang saya amati dan temui tersebut menghabiskan waktu mereka untuk hidup-menghidupi, berkeluarga, beraktualisasi, bersosialisasi, berkreasi-rekreasi dan berprofesi.

Tak pelak lagi ´Cafe´ dalam persepsi sosial-kemasyarakatan yang saya anut (tanpa isme, ideologi, dll) adalah -suka tidak suka- merupakan ´terminal-vital´ dalam kehidupan bermasyarakat perkotaan.

Apa yang saya dapat perhatikan adalah -misalnya- masyarakat kota Zagreb, Croatia dan masyarakat kota Calgary, Canada cendrung mempunyai pola hidup yang berbeda.
Sejak pagi hari, masyarakat Calgary umumnya memesan kopi atau capuccino melalui jendela kendaraan masing-masing langsung ke jendela cafe yang secara khusus didisain untuk keperluan ´transaksi jendela´ tersebut, untuk segera diminum dalam kendaraan menuju kantor masing-masing. Namun demikian, mereka tetap melakukan deal-deal bisnis dan profesinya di cafe-cafe tertentu. Sementara masyarakat kota Zagreb, umumnya lebih memilih menikmati obrolan serta suasana minum kopi atau capuccino di ´Caffe´ (double f)

Salah seorang rekan saya, seorang warga Zagreb mantan pelaut yang juga pernah mengunjungi beberapa wilayah Amerika dan Canada, pernah berseloroh ˝Di Zagreb sini, kamu minum kopi atau minum segelas bir, saat itu juga kamu punya teman untuk mendengarkan masalah-masalahmu. Tetapi di Amerika, sekalipun kamu sudah mabuk-mabukan dengan berbotol-botol bir secara bergerombol, besoknya kamu tetap memerlukan Psikiater untuk diajak bicara.˝

´Terminal-Vital´ tersebut, dengan tanpa pretensi pemilahan kelas-kelas atau kasta sosial, adalah sebuah fenomena sosial-nasional-global yang -diakui atau tidak- cendrung lepas dari amatan-amatan para sosiolog (yang berkutat dengan isme-isme dan ideologis-politis) dan budayawan akademis (yang berkutat dalam dunia seni, tradisi sejarah) di Negri kita umumnya, dan di kota saya (Makassar) khususnya.

Kesadaran Ekologis
Terlepas dari perbedaan pola minum kopi (hahaha...:-) Kedua Negara tersebut diatas (Canada dan Croatia) dalam amatan langsung saya (setidaknya kota-kota yang sempat saya kunjungi), masih mencoba dan berupaya menempatkan keseimbangan antara lingkungan dan alam disatu pihak, dan interest ekonomi masyarakatnya, di pihak lain, ditengah polarisasi kehidupan ekonomi yang semakin ketat dewasa ini.

22 Oktober 2005 (persis hari ultah saya) Saya -secara pribadi, bukan institusi- di undang ke Canada dalam suatu resepsi yang diadakan oleh sebuah Non Profit Organization, dimana saat itu kami mempersiapkan planning untuk mengimplementasikan design dan rancangan pengembangan sebuah kawasan kepulauan di Croatia oleh calon investor dari Canada tersebut.

Saya dan rekan-rekan dari Croatia dan Polandia (satu orang), sempat nginap di Fairmont Banffspring Hotel (tiket, akomodasi, dll atas biaya yg mengundang), terletak di pinggiran sungai Banff, ditengah tengah kawasan hutan pinus, dibawah kaki pegunungan Rocky, yang bergaya Arsitektur Kastil Baronian Scott . Banff adalah salah satu kota tujuan wisata utama negara Canada.

Dalam resepsi itu, ternyata dihadiri oleh ratusan Professional dan Businessmen dari penjuru Alberta, termasuk group yang mengundang saya... Nah, ngapain aja mereka di resepsi tersebut?... Rupanya para Professional dan Businessmen itu menjadi tamu sekaligus sebagai penyandang dana kegiatan-kegiatan PRO-EKOLOGI!...

Sementara di Kroasia (yang saat ini menjadi destinasi wisata 5 besar papan atas dunia diatas Italia dan Amerika Serikat) mengelola potensi potensi wisata kepulauan yang sangat ketat terhadap pengawasan lingkungan, sehingga peluang investasi diseluruh pesisir pantai Adriatik (yg dalam kawasan Negara Kroasia) sudah ditutup untuk mengembangkan bangunan fisik. Bahkan salah satu villa mewah milik seorang Jenderal mantan pejuang negara tersebut harus taat hukum dan merelakan villanya dirata-tanahkan...

Tingkat awareness penduduk di kawasan kepulauan Adriatik juga sangatlah tinggi, mereka menyadari soal potensi-potensi hancurnya ekologi dalam menerima rancangan rancangan ´Mass Tourism´ dari ´luar´ (´team´ kami, sekalipun berdomisili di Kroasia, tetap berposisi sebagai ´orang luar´ yang melaksanakan kegiatan berdasarkan pesanan dari Canada), sehingga survey yang kami lakukan (sebelum berangkat ke Canada) harus berdasarkan point of view dari ´common ground´ (masyarakat umum, pemerintah lokal, lintas Ngo dan akademisi) Yang ternyata demikian banyak ´persepsi-persepsi´ yang sebelumnya tak pernah kami bayangkan dan tak ada dalam text teori... Dan terkadang harus diselesaikan dalam kondisi real time, real ground.

KotaKita 2002 - 2022.
Dalam blog sederhana ini, saya mencoba menyumbangkan amatan-amatan dari berbagai peristiwa, kegiatan, diskusi, pemahaman tentang ´Kota´ baik kota dimana saya berasal, kota kota di tanah air berbagai propinsi dan kota kota di luar Negri. Baik yang ´berwawasan lingkungan´ dan ´manusiawi´ atau dalam keadaban yang carut marut, seperti halnya Jakarta. Dengan durasi waktu per-5 tahun: 2002 (past) - 2007 (current) - 2012 - 2017 dan 2022 (future).

Serta dimana peran dan posisi saya sebagai ´rakyat biasa´ -yang sering saya simbolkan sebagai ´peminum kopi´ dalam tulisan-tulisan Kopitalisme- juga mengamati peran rekan-rekan yang bersama saya (khususnya) masyarakat luas (umumnya) dari persepsi dan amatan saya, langsung maupun melalui media online & offline, di dalam pergeseran waktu ke waktu berdasarkan durasi 5 tahunan tersebut di atas.

Vision: Human Scale City


Photo: Author di sebuah taman pinggir pantai kota Opatija, Croatia.
Apa yang dimaksud dengan ´Human Scale City´?
Artian berdasarkan hasil fikiran ´intuitive´ saya (tanpa berdasarkan text teori dan text buku) adalah sebuah tempat tinggal yang tidak saja membuat warganya sendiri merasa nyaman dan tentram untuk hidup, berkeluarga, berorganisasi, beraktifitas, berkreasi dan rekreasi, serta berprofesi. Tetapi juga sekaligus adalah sebuah tempat yang membuat warga dari kota, wilayah bahkan warga dari Negara lain merasakan hal sama yang dirasakan oleh warga lokal.
Illustrasi Singkat
Dalam suatu kesempatan di musim panas tahun 2006, saya sempat mengunjungi sebuah kota yang terletak di bagian Selatan Croatia, yakni Opatija.
Kota tersebut, yang terletak di bibir pantai lautan Adriatic, adalah salah satu tujuan berlibur warga Croatia, khususnya bagi para pensiunan. Meskipun -oleh warga Croatia- bahwa Opatija adalah tempat berlibur bagi para Pensiunan, namun ternyata tidak sedikit pengunjung yang berusia muda. Bahkan juga banyak mengundang traveler dan turis dari negara negara lain, terutama dari negara-negara Eropa, sendiri.
Yang mengangumkan bagi saya dalam kesempatan tersebut adalah ketika menuju bibir pantai yang -selain- dikelilingi oleh dedaunan dan bunga-bungaan (lihat gambar) juga pantai dan taman tersebut dibatasi oleh sebuah ´hutan´. ´Hutan´ tersebut terletak di tengah-tengah kota, dimana terdapat beberapa bangku untuk -antara lain- membaca.
Bagian yang ´mengagumkan´ seperti yang saya maksud dalam paragraf di atas adalah, jika Anda duduk istirahat, membaca -atau bahkan tertidur- di bangku-bangku tersebut, Anda tak akan menyadari bahwa Anda sedang berada di tengah-tengah kota tujuan wisata berbagai Negara.
Untuk membahas lebih jauh mengenai ˝Human Scale City˝ secara lebih terurai dan sistematis, kita mencoba mulai dengan pertanyaan: Apa itu Kota?
Bersambung...

KotaKita 2002 - 2006



Photo: Author dan Walikota Makassar, dalam pelantikan salah satu lembaga konsultatif pengembangan kota, 7 Maret 2002.




fRoM tHE pAsT tO ThE cuRrEnT

Tahun 2002, telah berlalu selama 5 tahun. Apa yang telah saya sumbangkan bagi kota saya tersebut, dalam durasi waktu 2002 s/d 2006?

2002
Saat itu saya masih berada di kota asal saya: Makassar.
Kembali dahulu ke tahun 1998, hidup kere luntang lantung dari warkop ke warkop... Tetapi ´nekad´ mendirikan sebuah -non institutional- Ngo.
Dan dari warkop ke warkop itulah, saya mulai mengutarakan -atau tepatnya menjual- visi yang saya anut kepada grassroot (yang telah begitu dalam terpolarisasi pada stigma politik-sosial berbasis ideologi sosialisme-kapitalisme-agama) Sehingga dapat saya maklumi tak banyak yang menanggapi, apalagi saat itu merupakan masa-masa awal era Reformasi, dimana mainstream issues adalah Demokrasi (Politik). Diantara hiruk-pikuk tersebut, saya melihat ada celah yang luput dari perhatian publik, baik dari level Nasional maupun pada level Lokal:Ekses ´Globalisasi´ terhadap budaya, lingkungan hidup dan sosial-kemasyarakatan sbg komponen vital yang akan -pada akhirnya- mengalami ´gesekan kebudayaan´.

Tahun 2001, menuliskan sebuah artikel dalam kolom ´Opini´ disurat kabar lokal ´Pedoman Rakyat´, Sabtu, 21 Juni 2001. Diantaranya yakni, menyinggung topik energy, lingkungan hidup dan budaya. Saat itu masalah tentang energy nampaknya belum terlihat sebagai kenyataan dan -sesungguhnya- adalah issue global, sehingga para kaum terhormat intelektual bangsa -bahkan pada tahun 2005, malah melibatkan seorang tokoh agama tenar- untuk masih berkutat dan berputar dalam retorika politik dan bbm.

Akhir 2001, diundang oleh pemerintah lokal, cq Dinas Pariwisata. Selanjutnya, Januari 2002 menjadi satu-satunya unsur non-pemerintah yang mewakili Pemerintah Lokal Makassar dalam ajang Asian Tourism Forum 2002.

7 Maret 2002, terbentuknya lembaga konsultatif yang menjadi pendamping pihak Pemerintah Lokal sebagai think-tank pada masalah-masalah sosial, budaya, ekonomi dan globalisasi, serta peran masyarakat dan kemasyarakatan (Civil Society) dalam bingkai: Tourism & Globalisasi. Sebuah ´kombinasi´ yang saat itu masih luput dari visi pengelolaan kota-kota lainnya di Indonesia. Dimana -hingga tahun 2005- topik-topik ´Globalisasi´ hanya menjadi wacana eksklusif para ekonom saja.

Untuk sementara -di tanggal 7 Maret 2002- ´lengkap´ sudah komponen-komponen dari visi ´ekonomi´ yang saat itu saya anut, dengan tanpa sekat-sekat ideologi ´Kapitalisme´ dan ´Sosialisme. Yakni berupa 3 Pilar : Civil Society-Business-Government.
Lucunya, baru sekitar 4 tahun kemudian (1 Februari 2007) 3 Pilar tersebut, juga coba untuk -oleh salah satu institusi di Jakarta- digaungkan dengan kemasan ´Ideas Indonesia´ di Harian Nasional ˝Kompas˝ dengan judul "IDEAS INDONESIA" Menguatkan Tiga Pilar dan Menggerakkan ke Kemajuan(Baca: http://warkop-institute.blogspot.com ) atau di Forum Pembaca Kompas (http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/49099)

Belum tahu apa realisasi dan tindak lanjut dari isi artikel tersebut...

Masih dibulan Maret 2002, mulai menyusun ´sandaran visi´ tersebut untuk level ´Nasional´ dengan label ´PatanYali Factors´ dikemas dalam parodi ´Kopitalisme´, yang -tanpa tunggangan institusi formal dan politis- saya sadari hanya bisa saya mainkan dengan menunggangi falsafah ´Open Source´ dalam rangka melakukan falsifikasi-falsifikasi pada level state of mind.
Modal saya hanyalah berupa kesombongan psikologis: ´Bukan cuma Derrida yang mampu melakukan dekonstruksi sosial dengan secara bermain-main dengan kata dan fikiran, saya juga bisa!´

Hal yang sama (dekonstruksi sosial dengan cara bermain-main) juga saya coba lakukan dengan cara melalui warung kopi ke warung kopi di Makassar.

Gagasan-Gagasan Yang Sempat Terlaksana:
International Day of Peace (Sept, 21st 2003)
˝Makassar for Peace˝ Kesadaran Publik Agenda Lokal-Global (Local-Global Public Awareness) Pameran Kartun dan Karikatur (Awareness & Exhibition) Deklarasi dan Demonstrasi (Declaration and Demonstration)
Lokasi: Lapangan Karebosi dan Museum Kota.

International Day of Tourism (Sept, 27th 2003)
˝Bumi Untuk Semua˝ (Earth for All)
Agenda Lokal-Global untuk Kesadaran Publik atas Energy, Alam dan Lingkungan Hidup.
Lokasi: Pantai Losari dan Sekitarnya.

1 dari 3 Ngo Yang Menolak Rencana Serah Terima Jabatan Walikota Yang Sedianya Menelan Rp. 600 Juta Rupiah. (April 2004)
Result: Walikota lama, menolak hadir dalam serah terima. Selanjutnya, serah terima Jabatan (8 Mei 2004) berlangsung dengan anggaran Rp. 100 Juta Rupiah.


Gagasan-Gagasan Yang Belum Sempat Terlaksana:
Kids4Kids Program
Sedianya sebagai alternatif solusi bagi masalah ´anak jalanan´ (Lihat disini)

MaGNet (Makassar Global Network)
Jaringan komunitas masyarakat Makassar yang berada di luar Negri untuk sharing informasi, tukar menukar informasi kebudayaan (praktis) dan jaringan bisnis & perdagangan.

Bersambung... (Keberhasilan, Kegagalan dan Kendala-Kendala)









KotaKita 2007 - 2011


Photo: Sebuah Cafe di kota Split, pusat kawasan Dalmatia, Croatia. By I. Amannagappa
fRom thE cURrEnT tO THe fUTuRe.
Berita Terkini Makassar 2007:
Di kolom ini, akan saya coba kumpulkan ringkasan dari berita-berita positif tentang Kota Makassar, dalam durasi 2007 - 2011.
Makassar Gratiskan Biaya SD dan SMP
Makassar, Kompas - Mulai Tahun Ajaran 2007/2008, Pemerintah KotaMakassar menggratiskan biaya sekolah SD dan SMP di seluruh sekolahyang ada di pulau-pulau di Makassar, Sulawesi Selatan. Sejumlahsekolah di daratan, terutama yang berpenduduk miskin, juga digratiskan. (Sumber: Kompas. Rabu, 28 Maret 2007)
My Story 2007
Saat ini, saya telah berdomisili di luar Negri, tepatnya Croatia. Menghabiskan malam tahun baru 2006 - 2007 di Split, Bagian Selatan Negri ini. Sebuah kota antik berumur kira-kira 1700 tahun, peninggalan era Kekaisaran Romawi.
Di tengah-tengah aktifitas profesi saya, yang saat ini sedang terlibat dalam setting pengembangan sebuah ski resort, saya hampir setiap saat mengikuti berbagai perkembangan dan peristiwa di tanah air. Serta masih terus tetap berfikir: Apa yang saya bisa lakukan untuk kota saya, saat ini?...
Selain meng-update sedikit demi sedikit beberapa situs (sekali-duakali sebulan) saya juga mengupdating dua buah blog (http://makassar-travel.blogspot.com) mengingat media online milik resmi pemerintah kota belum juga ada yang memadai. Lucunya adalah blog tersebut merupakan kontribusi beberapa warga manca Negara. Sedangkan minat masyarakat kota sendiri (kecuali satu buah blog yang hosting ke blog Indosiar) adalah sangat lemah untuk ikut berpartisipasi -paling tidak- ikut mendistribusikan blog tersebut.
Hal lainnya adalah mencoba ´mem-provokatori´ terwujudnya ´Human Scale City´ melalui maling-mailing list, dengan postingan sebagai berikut:
Quote: Mengatasi masalah SOSIAL-LINGKUNGAN melalui ´City Scale´?...
Menarik -sekaligus menyentak- bagi saya, bahwa di kota Jakarta, sebagai metropolitan yang -konon khabarnya- tempat berkumpulnya ˝intelektual bangsa˝, ternyata sangat LAMBAN... Saya ulangi, SANGAT LAMBAN menyadari bahwa faktor ´Daya Dukung Kota´ adalah salah satu simpul rawan utama terjadinya kekisruhan alam-sosial, baik di kota itu sendiri, maupun disekitarnya. .. End of quote. ( Selengkapnya di http://warkop-institute.blogspot.com )
SOLUSI atau BEBAN?
Saya mempunyai pendapat bahwa, jika saja setiap komponen masyarakat baik secara individual maupun kelompok menyadari posisi dan perannya sebagai warga sebuah kota, di masing-masing wilayah Indonesia (melalui pola ˝cluster˝ bukan ˝centralized˝) Maka berbagai masalah kekisruhan alam dan sosial bisa diminimalisir, dan tidaklah melulu merupakan tanggung jawab yang terpikul di atas pundak Legislatif dan Eksekutif, belaka. Dalam beberapa hal, justru dengan mengharapkan mereka sebagai satu-satunya ´Penyelamat´akan lebih membuka peluang -bagi mereka- untuk melakukan hal-hal yang cendrung manipulatif.
Jika hal tersebut (tindakan manipulatif) diatas tetap terjadi, maka itu juga merupakan akibat dari masa bodoh dari kita -rakyat- itu sendiri.
Rakyat biasa tetap memiliki kontribusi atas ketimpangan-ketimpangan alam-budaya-sosial, jika tidak segera tersadar untuk ikut mengambil peran dalam menyusun agenda serta solusi saat ini dan akan datang, tanpa harus larut dalam proses ´kebebekan´ dan ´pembebekan´ politik identitas semata.
Bukan maksud saya mengurangi beban para eksekutif maupun legistalif, melainkan dimata saya -khususnya legislatif- hingga saat ini lebih merupakan BEBAN masyarakat, ketimbang berperan sebagai SOLUSI masalah yang ada, saat ini dan saat akan datang.
Padahal tak sedikit individu-individu dalam kedua institusi (eksekutif-legislatif) tersebut masih memiliki mental-mental visioner jauh kedepan.
Sebagai ´peminum kopi´ tugas kita -antara lain- adalah mengenali mereka dan mengajaknya duduk satu meja sambil minum kopi...
Jika saya pernah melakukannya, apa alasan Anda (di kota manapun Anda saat ini di Indonesia)untuk tidak bisa melakukan hal yang sama?
Bersambung

KotaKita 2012


Photo: Bayi & Anak Mengemis di Jalan. By Pieter. C.
2012 It´S a VeRY nEaR fUtURe!
Tahun 2012 adalah tahun penting bagi keberhasilan MDGs dalam melawan kemiskinan...
Photo dalam postingan ini adalah potret salah satu wajah Kota Makassar. Apakah pada tahun 2012 tersebut, wajah Makassar memang bisa lepas dari pemandangan ´tidak manusiawi ini?´.
Apa dan dimana kaitan MDGs serta peran masyarakat lokal itu sendiri bisa terjembatani? Mengingat photo diatas diambil didepan dua buah Mesjid bernilai MILYARAN RUPIAH, diatas satu poros jalan, yakni: Jalan Mesjid Raya, Makassar.
Pertanyaan saya, adalah:
Mampukah ´Mesjid´ yang selama ini berperan sebagai bangunan ibadah ´ritual´ juga bermulti-fungsi sebagai media ´sosial´, dalam arti sebagai aksi nyata dalam perbaikan wajah kota yang lebih manusiawi? Kalau tidak, mengapa?... Ada komentar atau opini?

Links & Network


Photo: Pelabuhan Paotere, Makassar. Oleh Pieter. C.
Miling Lists: KotaKita Yahoogroups.
Membahas tentang apa dan bagaimana itu ˝Human Scale City˝ melalui topik-topik ´Olah Fikir dan Olah Kesadaran´ - ´Hukum-Sosial-Ekonomi-Budaya´ - ´Lingkungan Hidup´ - ´InfraStruktur & Arsitektural´ serta Lembaga-lembaga formal-informal terkait.

Penguatan Jejaring Sosial-Kemasyarakatan melalui 3 Pilar:
Civil-Society-Business Institution-Government:

Resources on 'Strengthening Communities'
17 Juli 2003.
Glassnet (Global Social Strengthening Network and Global Spiritual Solidarity Network) advocates comprehensive sustainable development, an approach which addresses the ecological, economic, cultural, social, human, and spiritual aspects of development. As a network it also seeks to advance social strengthening and spiritual solidarity, referring to either the resistance of civil society to totalitarian tendencies in the state and market or, where appropriate, the critical engagement of CIVIL SOCIETY with BUSINESSES and GOVERNMENT to solve social problems in an atmosphere of principled cooperation and mutual respect.
(http://www.hcibib.org/communities/)

Dan masalah-masalah yang ada dalam perkotaan di Indonesia, yang semuanya dalam level ˝City Scope˝.

Mailing List: Etalase Indonesia Yahoogroups
Membahas aspek-aspek sosial-politik dalam ˝National & Global Scope˝ .
Milis ini tidak terlalu mengejar jumlah anggota yang banyak, menyadari kesibukan masing-masing ´aktifisnya´. Sehingga objektifitasnya lebih pada mengutamakan pesan utama pembentukan milis ini, yaitu ˝rakyat jangan mau hanya dijadikan komoditi politik˝, dapat tersebar luas di masyarakat.
Beberapa ´aktifis´ milis ini, adalah:
Bung Satrio Arismunandar (Media/ Trans TV)
Martin Wijaya (Pemerhati Sosial-Politik Bangsa)
EurAsiaman (Pengusaha, berdomisili di Spanyol)
Vincent Liong (Mahasiswa/ Penemu Kompatiologi)
M Isa Romansyah (Pengusaha /˝Power Inverter˝)
Teewoel (Pengamat Sosial-Politik)
Rumah Kiri (Kelompok ´Gerakan Kiri´/Aktifis di Bandung)
Achmad Syarkawi (Pemerhati Kemasyarakatan)
PatanYali (Tokoh ´jejadian´ dalam serial penulisan ´Kopitalisme´/Tokoh dalam Novel ˝The Garden of Jezera˝ dan ˝The Destination 12-12-12˝, sementara sedang dalam penulisan di Croatia)
Dan lain-lain.