Wednesday, March 28, 2007

KotaKita 2007 - 2011


Photo: Sebuah Cafe di kota Split, pusat kawasan Dalmatia, Croatia. By I. Amannagappa
fRom thE cURrEnT tO THe fUTuRe.
Berita Terkini Makassar 2007:
Di kolom ini, akan saya coba kumpulkan ringkasan dari berita-berita positif tentang Kota Makassar, dalam durasi 2007 - 2011.
Makassar Gratiskan Biaya SD dan SMP
Makassar, Kompas - Mulai Tahun Ajaran 2007/2008, Pemerintah KotaMakassar menggratiskan biaya sekolah SD dan SMP di seluruh sekolahyang ada di pulau-pulau di Makassar, Sulawesi Selatan. Sejumlahsekolah di daratan, terutama yang berpenduduk miskin, juga digratiskan. (Sumber: Kompas. Rabu, 28 Maret 2007)
My Story 2007
Saat ini, saya telah berdomisili di luar Negri, tepatnya Croatia. Menghabiskan malam tahun baru 2006 - 2007 di Split, Bagian Selatan Negri ini. Sebuah kota antik berumur kira-kira 1700 tahun, peninggalan era Kekaisaran Romawi.
Di tengah-tengah aktifitas profesi saya, yang saat ini sedang terlibat dalam setting pengembangan sebuah ski resort, saya hampir setiap saat mengikuti berbagai perkembangan dan peristiwa di tanah air. Serta masih terus tetap berfikir: Apa yang saya bisa lakukan untuk kota saya, saat ini?...
Selain meng-update sedikit demi sedikit beberapa situs (sekali-duakali sebulan) saya juga mengupdating dua buah blog (http://makassar-travel.blogspot.com) mengingat media online milik resmi pemerintah kota belum juga ada yang memadai. Lucunya adalah blog tersebut merupakan kontribusi beberapa warga manca Negara. Sedangkan minat masyarakat kota sendiri (kecuali satu buah blog yang hosting ke blog Indosiar) adalah sangat lemah untuk ikut berpartisipasi -paling tidak- ikut mendistribusikan blog tersebut.
Hal lainnya adalah mencoba ´mem-provokatori´ terwujudnya ´Human Scale City´ melalui maling-mailing list, dengan postingan sebagai berikut:
Quote: Mengatasi masalah SOSIAL-LINGKUNGAN melalui ´City Scale´?...
Menarik -sekaligus menyentak- bagi saya, bahwa di kota Jakarta, sebagai metropolitan yang -konon khabarnya- tempat berkumpulnya ˝intelektual bangsa˝, ternyata sangat LAMBAN... Saya ulangi, SANGAT LAMBAN menyadari bahwa faktor ´Daya Dukung Kota´ adalah salah satu simpul rawan utama terjadinya kekisruhan alam-sosial, baik di kota itu sendiri, maupun disekitarnya. .. End of quote. ( Selengkapnya di http://warkop-institute.blogspot.com )
SOLUSI atau BEBAN?
Saya mempunyai pendapat bahwa, jika saja setiap komponen masyarakat baik secara individual maupun kelompok menyadari posisi dan perannya sebagai warga sebuah kota, di masing-masing wilayah Indonesia (melalui pola ˝cluster˝ bukan ˝centralized˝) Maka berbagai masalah kekisruhan alam dan sosial bisa diminimalisir, dan tidaklah melulu merupakan tanggung jawab yang terpikul di atas pundak Legislatif dan Eksekutif, belaka. Dalam beberapa hal, justru dengan mengharapkan mereka sebagai satu-satunya ´Penyelamat´akan lebih membuka peluang -bagi mereka- untuk melakukan hal-hal yang cendrung manipulatif.
Jika hal tersebut (tindakan manipulatif) diatas tetap terjadi, maka itu juga merupakan akibat dari masa bodoh dari kita -rakyat- itu sendiri.
Rakyat biasa tetap memiliki kontribusi atas ketimpangan-ketimpangan alam-budaya-sosial, jika tidak segera tersadar untuk ikut mengambil peran dalam menyusun agenda serta solusi saat ini dan akan datang, tanpa harus larut dalam proses ´kebebekan´ dan ´pembebekan´ politik identitas semata.
Bukan maksud saya mengurangi beban para eksekutif maupun legistalif, melainkan dimata saya -khususnya legislatif- hingga saat ini lebih merupakan BEBAN masyarakat, ketimbang berperan sebagai SOLUSI masalah yang ada, saat ini dan saat akan datang.
Padahal tak sedikit individu-individu dalam kedua institusi (eksekutif-legislatif) tersebut masih memiliki mental-mental visioner jauh kedepan.
Sebagai ´peminum kopi´ tugas kita -antara lain- adalah mengenali mereka dan mengajaknya duduk satu meja sambil minum kopi...
Jika saya pernah melakukannya, apa alasan Anda (di kota manapun Anda saat ini di Indonesia)untuk tidak bisa melakukan hal yang sama?
Bersambung

No comments: